Beijing – Pemerintah China menegaskan telah memberitahukan soal latihan militer yang digelar Pasukan Pembebasan Rakyat (PLA) di sekitar Laut China Timur sebelum terjadinya insiden penguncian radar terhadap pesawat tempur Angkatan Udara Bela Diri Jepang (ASDF).
“Latihan dan operasi terbang yang dilakukan China sepenuhnya mematuhi hukum serta praktik internasional. Pengaktifan radar pencari selama latihan adalah prosedur standar yang biasa diterapkan oleh pesawat berbasis kapal induk di seluruh dunia,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (9/12).
Guo menambahkan, Juru Bicara Angkatan Laut PLA telah memastikan bahwa zona latihan telah diumumkan sebelumnya. Pernyataan ini menanggapi protes dari Menteri Pertahanan Jepang yang menyatakan Tokyo tidak yakin menerima informasi tentang area latihan laut dan udara seperti yang diklaim Beijing.
Menurut Kementerian Pertahanan Jepang, dua jet tempur J-15 Angkatan Laut China dua kali mengunci radar secara bergantian ke pesawat F-15 ASDF di perairan lepas tenggara Okinawa pada Sabtu (6/12). Insiden pertama terjadi antara pukul 16.32–16.35 waktu setempat, ketika J-15 yang lepas landas dari kapal induk Liaoning menargetkan F-15 yang mencoba mencegah pesawat itu mendekati wilayah udara Jepang. Insiden kedua terjadi antara pukul 18.37–19.08 waktu setempat di lokasi yang sama.
“Manuver kami profesional, terstandar, dan merupakan tindakan normal untuk keselamatan penerbangan. Wartawan sebaiknya bertanya pada pihak Jepang, mengapa jet ASDF terbang ke area tersebut sehingga memicu insiden berbahaya yang sebenarnya bisa dihindari?” tegas Guo.
Ketegangan antara China dan Jepang memuncak sejak awal November 2025, ketika Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menyatakan bahwa potensi penggunaan kekuatan militer China terhadap Taiwan dapat menimbulkan ancaman terhadap kelangsungan hidup Jepang. Pernyataan ini dianggap sebagai sinyal kemungkinan keterlibatan ASDF dalam merespons skenario Taiwan.
Guo Jiakun kembali menyinggung sejarah agresi militer Jepang di Asia. Ia mengingatkan pembantaian besar-besaran yang dilakukan Jepang selama Perang Dunia II, termasuk lebih dari 300.000 warga sipil Tiongkok tewas di Nanjing, sekitar 100.000 warga Filipina dalam satu bulan di Manila, serta puluhan ribu korban di Singapura. Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh mencatat lebih dari 100 pembantaian besar-besaran yang dilakukan Jepang di Malaysia, Indonesia, Myanmar, Thailand, dan wilayah lain.
“Kejahatan perang Jepang tidak boleh dilupakan. Setiap toleransi terhadap ucapan atau tindakan provokatif kelompok sayap kanan Jepang hanya akan menghidupkan kembali militerisme dan membahayakan rakyat Asia,” kata Guo.
Ketegangan ini terus berlanjut melalui serangkaian aksi protes diplomatik, penangguhan impor produk laut Jepang, pembekuan pertemuan pejabat tinggi, hingga larangan China bagi warganya untuk bepergian atau belajar di Jepang, penghentian rilis film Jepang, serta ancaman balasan tegas jika Tokyo terlibat militer dalam isu Taiwan.
Editor : TVTOGEL
Sumber : surfdiscover.com
