Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan, tahun anggaran 2024 hingga 2025.
Ke-empat tersangka baru itu adalah Wakil Ketua DPRD OKU dari Partai Gerindra, Parwanto; anggota DPRD OKU dari PKB, Robi Vitergo; serta dua pihak swasta, yakni Ahmad Thoha alias Anang dan Mendra SB. Informasi penetapan tersangka itu dibenarkan Wakil Ketua KPK, Fitro Rohcahyanto. “Benar,” ucap Fitroh saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (28/10/2025).
Pada Selasa (28/10/2025), penyidik KPK memanggil 14 orang saksi untuk melengkapi berkas perkara para tersangka. Dalam daftar tersebut, terdapat satu tersangka yang turut dijadwalkan diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi, yaitu Parwanto. Para saksi dijadwalkan diperiksa penyidik KPK di Polda Sumsel. Sedangkan saksi lain yang berasal dari unsur DPRD dan pejabat daerah Kabupaten OKU.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyampaikan, materi pemeriksaan akan diungkap setelah proses pemeriksaan selesai. “Hari ini, Selasa (28/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatra Selatan, tahun anggaran (TA) 2024 sampai dengan 2025,” ucap Budi.
Sebelumnya, KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten OKU pada Sabtu (15/3/2025). Dari delapan orang yang diamankan, enam di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan pada Minggu (16/3/2025).
Tersangka penerima suap tersebut yaitu Nopriansyah (NOP), Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU; M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU; Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU; dan Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD OKU. Sedangkan tersangka pemberi suap adalah dua pihak swasta, yakni M Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Ketua KPK, Setyo Budiyanto menjelaskan, perkara ini bermula pada Januari 2025 saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU Tahun Anggaran 2025. Sejumlah anggota DPRD itu meminta jatah pokok pikiran atau pokir, sebagaimana praktik yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Setelah melalui proses negosiasi, disepakati bahwa pokir tersebut diberikan dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR dengan nilai awal Rp45 miliar. Namun, karena keterbatasan anggaran, nilai itu dikurangi menjadi Rp35 miliar dengan komitmen fee 20 persen untuk DPRD dan 2 persen untuk pejabat PUPR.
Setelah RAPBD disahkan, anggaran Dinas PUPR meningkat dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.
Dan, Kepala Dinas PUPR Nopriansyah yang mengatur sembilan proyek yang akan diberikan kepada pihak tertentu. Praktik jual beli proyek ini diduga telah menjadi kebiasaan di lingkungan Pemerintah Daerah OKU dengan aliran fee yang disisihkan untuk pejabat daerah dan anggota DPRD.
Menjelang Idul Fitri, tiga anggota DPRD, yakni Ferlan Juliansyah, M Fahrudin, dan Umi Hartati, menagih komitmen fee kepada Nopriansyah. Uang tersebut berasal dari pencairan uang muka proyek oleh pihak swasta, M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.
Pada 13 Maret 2025, M Fauzi mencairkan dana Rp2,2 miliar di Bank Sumsel Babel dan menyerahkannya kepada Nopriansyah. Uang tersebut kemudian dititipkan kepada seorang PNS di Dinas Perkim OKU bernama Arman. Sebelumnya, pada awal Maret 2025, Ahmad Sugeng telah menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Nopriansyah di kediamannya. ptslot
Sejak 19 hingga 24 Maret 2025, KPK menggeledah 21 lokasi di Kabupaten OKU. Salah satu lokasi yang turut disasar adalah Kantor Bupati OKU. Mantan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan KPK menemukan sejumlah barang bukti penting.
“Hasil geledah ditemukan dan disita barang bukti elektronik dan dokumen, di antaranya dokumen terkait Pokir DPRD OKU tahun 2025, dokumen kontrak sembilan proyek pekerjaan, voucher penarikan uang, dan lain-lain,” ujar Tessa Mahardhika, Selasa (25/3/2025).
Sumber : surfdiscover.com
